Author: Muhamad Arif Adiputra

  • Larangan Mendahului Gerakan Imam

    Sepertinya lebih lengkap jika anda membaca di:

    Namun saya hanya ingin menekankan bagian akhir dari artikel muslim.or.id tersebut yaitu:

    Ketahuilah bahwa mayoritas manusia pada hari ini, tidak sah salatnya karena mereka mendahului imam dengan sengaja, baik ketika rukuk dan sujud, baik ketika mengangkat ataupun membungkukkan badan. Seandainya aku shalat di seratus masjid, aku tidak melihat satu pun orang yang shalat di masjid itu mendirikan shalat sebagaimana contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, semoga Allah Ta’ala merahmati mereka semuanya. Maka bertakwalah kepada Allah Ta’ala, dan lihatlah shalat kalian dan shalat orang-orang yang shalat bersama kalian. [1] [2]

    Jadi lebih baik menunggu imam benar benar selesai bacaan dan gerakan lalu kita mengikuti gerakan imam sebagaimana di hadits berikut:

    Dari sahabat Al-Barra’ bin ‘Azib radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata,

    كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، لَمْ يَحْنِ أَحَدٌ مِنَّا ظَهْرَهُ، حَتَّى يَقَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَاجِدًا، ثُمَّ نَقَعُ سُجُودًا بَعْدَهُ

    “Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan “SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH”, tidak ada seorang pun dari kami yang membungkukkan punggungnya sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar (meletakkan kepalanya) bersimpuh dalam sujud, barulah setelah itu kami bersujud.” (HR. Bukhari no. 690 dan Muslim no. 474)

    [1] Dikutip dari kitab “Ash-Shalat” karya Imam Ahmad rahimahullah. Terdapat dalam kitab “Thabaqaat Al-Hanabilah”, 1: 353.

    [2] Disarikan dari kitab Ta’zhiim Ash-Shalaat hal. 77-79, karya Syaikh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdul Muhsin Al-Badr hafidzahullahu Ta’ala, cetakan pertama tahun 1434, penerbit Daar Al-Imam Muslim, Madinah KSA.

    dalam penjelasan dari almanhaj.or.id tidak sampai ke tidak sah shalatnya namun hal tersebut diharamkan.

    Disalin dari almanhaj.or.id:

    Makmum wajib mengikuti gerakan imam dalam shalat dan tidak boleh mendahuluinya dalam semua gerakan; baik takbir, ruku’, sujud dan lain sebagainya, sebagaimana disebutkan dalam hadits :

    إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيؤْتَمَّ بِهِ فَلَا تَخْتَلِفوا عَلَيْهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا.. متفق عليه

    Sesungguhnya imam itu untuk diikuti maka jangan menyelisihinya. Apabila ia takbir maka takbirlah. Dan apabila ruku maka rukulah, dan apabila ia mengucapkan samiallahu limanhamidah, maka ucapkan : rabbana walakal hamdu, dan apabila ia sujud maka sujudlah kalian.[Muttafaq ‘alaih]

    Dan dalam hadits yang lain secara tegas Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang yang mendahului imam :

    أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الْإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ

    Apakah seseorang diantara kalian tidak takut apabila ia mengangkat kepalanya sebelum imam, Allah akan rubah bentuknya menjadi bentuk keledai ? [Muttafaq ‘Alaih]

    Ketika menjelaskan hadits ini, Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan, “Zhahir hadits ini menuntut diharamkannya mengangkat (kepala) sebelum imam (mengangkat kepalanya), karena perbuatan ini diancam dengan perubahan bentuk, sementara perubahan bentuk itu merupakan ancaman terberat. Inilah yang pilih oleh Imam Nawari rahimahullah dalam Syarhul Muhadzzab. Bersamaan dengan pendapat perbuatan itu haram, mayoritas Ulama (berpendapat) bahwa orang yang melakukan perbuatan tersebut berdosa dan shalatnya tetap sah.”

    [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 08/Tahun XV/1433H/2011M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
    Referensi : https://almanhaj.or.id/4651-hukum-mendahului-gerakan-imam-dalam-shalat.html

  • Membaca Basmalah Dalam Wudhu

    (Catatan: Artikel ini diambil dari https://rumaysho.com/8794-hukum-membaca-bismillah-saat-wudhu.html dengan meringkas nya dengan penuturan saya pribadi)

    Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

    لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لاَ وُضُوءَ لَهُ وَلاَ وُضُوءَ لِمَنْ لَمْ يَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى عَلَيْهِ

    Tidak ada shalat bagi yang tidak ada wudhu. Tidak ada wudhu bagi yang tidak membaca bismillah di dalamnya.” (HR. Abu Daud no. 101 dan Ibnu Majah no. 399. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

    Dapat membaca lengkapnya di https://rumaysho.com/8794-hukum-membaca-bismillah-saat-wudhu.html, dijelaskan di akhir artikel tersebut bahwa hukum membaca bismillah saat wudhu adalah sunnah karena

    • Sebagian ulama mendhaifkan hadits ini, namun dari berbagai jalur, hadits menjadi kuat.
    • ada hadits lain yang menjelaskan tanpa membaca bismillah diawalnya. 1 2

    Sebagaimana disebutkan oleh Syaikh ‘Abdullah Al Fauzan, “Pendapat yang menyatakan hukum membaca bismillah saat wudhu adalah sunnah, itulah yang lebih kuat -insya Allah-.Namun sunnahnya itu begitu ditekankan, jangan sampai ditinggalkan dengan sengaja.” (Minhatul ‘Allam, 1: 224).

    Jadi saya sendiri berpendapat sunnah namun untuk saya pribadi saya mengambil cara teraman yaitu selalu membaca bismillah sebelum wudhu.

    Semoga bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.


    Catatan Kaki:

    1. Hadits pertama: Hadits Utsman bin ‘Affan

      حُمْرَانَ مَوْلَى عُثْمَانَ أَخْبَرَهُ أَنَّ عُثْمَانَ بْنَ عَفَّانَ – رضى الله عنه – دَعَا بِوَضُوءٍ فَتَوَضَّأَ فَغَسَلَ كَفَّيْهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْثَرَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْمِرْفَقِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ يَدَهُ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ مَسَحَ رَأْسَهُ ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَهُ الْيُمْنَى إِلَى الْكَعْبَيْنِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ الْيُسْرَى مِثْلَ ذَلِكَ ثُمَّ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ تَوَضَّأَ نَحْوَ وُضُوئِى هَذَا ثُمَّ قَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ لاَ يُحَدِّثُ فِيهِمَا نَفْسَهُ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ». قَالَ ابْنُ شِهَابٍ وَكَانَ عُلَمَاؤُنَا يَقُولُونَ هَذَا الْوُضُوءُ أَسْبَغُ مَا يَتَوَضَّأُ بِهِ أَحَدٌ لِلصَّلاَةِ.

      Humran pembantu Utsman menceritakan bahwa Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu pernah meminta air untuk wudhu kemudian dia ingin berwudhu. Beliau membasuh kedua telapak tangannya 3 kali, kemudian berkumur-kumur diiringi memasukkan air ke hidung, kemudian membasuh mukanya 3 kali, kemudian membasuh tangan kanan sampai ke siku tiga kali, kemudian mencuci tangan yang kiri seperti itu juga, kemudian mengusap kepala, kemudian membasuh kaki kanan sampai mata kaki tiga kali, kemudian kaki yang kiri seperti itu juga. Kemudian Utsman berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu seperti wudhuku ini, kemudian beliau bersabda, “Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku ini kemudian dia shalat dua rakaat dengan khusyuk (tidak memikirkan urusan dunia dan yang tidak punya kaitan dengan shalat), maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. Ibnu Syihab berkata, “Ulama kita mengatakan bahwa wudhu seperti ini adalah contoh wudhu yang paling sempurna yang dilakukan seorang hamba untuk shalat”. (HR. Bukhari no. 159 dan Muslim no. 226).
      ↩︎
    2. Hadits kedua: Hadits ‘Abdullah bin Zaid

      عَنْ عَمْرٍو عَنْ أَبِيهِ شَهِدْتُ عَمْرَو بْنَ أَبِى حَسَنٍ سَأَلَ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ زَيْدٍ عَنْ وُضُوءِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَدَعَا بِتَوْرٍ مِنْ مَاءٍ ، فَتَوَضَّأَ لَهُمْ وُضُوءَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَأَكْفَأَ عَلَى يَدِهِ مِنَ التَّوْرِ ، فَغَسَلَ يَدَيْهِ ثَلاَثًا ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِى التَّوْرِ ، فَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ وَاسْتَنْثَرَ ثَلاَثَ غَرَفَاتٍ ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلاَثًا ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَغَسَلَ يَدَيْهِ مَرَّتَيْنِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فَمَسَحَ رَأْسَهُ ، فَأَقْبَلَ بِهِمَا وَأَدْبَرَ مَرَّةً وَاحِدَةً ، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

      Amr bin Yahya Al Mazini menuturkan dari bapaknya bahwa dia mengatakan, “Aku menyaksikan Amr bin Abi Hasan bertanya kepada Abdullah bin Zaid tentang tata cara wudhu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Abdullah lantas meminta sebaskom air, dan memberikan contoh berwudhu kepada orang-orang sesuai yang diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menuangkan air dari baskom tersebut pada kedua telapak tangannya, lalu membasuhnya tiga kali. Beliau lantas mencelupkan kedua tangannya ke dalam baskom lalu berkumur-kumur, memasukkan air ke dalam hidung dan mengeluarkannya tiga kali menggunakan tiga cidukan tangan. Beliau lantas mencelupkan tangannya ke dalam baskom tersebut dan membasuh wajahnya tiga kali. Beliau lalu mencelupkan tangannya ke dalam baskom dan membasuh tangannya itu sampai ke siku sebanyak dua kali. Beliau kemudian mencelupkan tangannya dan menggunakannya untuk mengusap kepala sekali dari belakang ke depan dan kembali dari depan ke belakang. Beliau lalu membasuh kedua kakinya hingga mata kaki.” (HR. Bukhari no. 185 dan Muslim no. 18). ↩︎
  • Dasar Pembuatan Website Ini

    Bismillah,

    Saya membuat website ini dengan tujuan untuk mencatat ilmu yang saya dapat. Saya seringkali ditanyai tentang alasan mengapa saya meyakini sesuatu itu boleh, sesuatu itu halal/haram, dsb. dan ditanyai tentang dalilnya. Oleh karena itu, saya membuat website ini.

    Website ini saya buat sebisa mungkin se objektif mungkin dengan mencantumkan dalilnya di bagian catatan kaki. Harapan saya dengan tulisan ini banyak orang yang bisa mendapatkan ilmu dan dapat mengaplikasikan ilmu tersebut. Semoga kita semua diberikan taufik dan hidayah serta bisa menggapai surga-Nya.

  • Investasi Emas (Investasi Syariah, Bagian 1)

    Bismillah, ada rekan saya yang bertanya tentang hukum investasi dalam islam. Karena investasi itu sangat luas dari segi makna, benda yang diinvestasikan, cara, dsb. yang bisa mempengaruhi halal atau haramnya (baik dari segi yang diinvestasikan maupun transaksinya) maka hal ini akan dibagi menjadi beberapa bagian.

    Jadi, pada bagian ini hanya akan fokus pada investasi yang
    -sejauh yang saya tahu- boleh yaitu emas. Beberapa hal yang perlu dicatat untuk investasi emas yaitu:

    1. Transaksi terjadi seketika (tangan dengan tangan), hindari untuk membeli melalui media internet ada yang berpendapat haramnya karena transaksi tidak terjadi seketika.1
    2. Melakukan zakatnya jika sudah mencapai nishab (85 gram) 2
    3. Pembelian emas tersebut tidak dicicil (dengan alasan yang sama dengan poin nomor 1)

    Untuk investasi emas dengan memenuhi poin-poin diatas maka sejauh yang saya tahu diperbolehkan dan tidak ada yang mempermasalahkan investasi dengan emas jika memenuhi poin-poin diatas.

    Diluar poin-poin diatas terdapat perbedaan pendapat ulama. Untuk investasi selain emas akan dijelaskan di artikel selanjutnya.

    Jika ingin tahu lebih lanjut tapi tidak ingin menunggu saya yang menulis artikelnya dikarenakan keterbatasan ilmu saya saat ini, maka bisa membaca artikel-artikel berikut ini:

    Semoga kita diberikan kekuatan untuk menghindari yang haram, baik dari segi benda nya maupun dalam transaksinya.

    Wallahu waliyyut taufiq.

    Catatan Kaki:

    1. Syaikh Sholeh Al Munajjid berkata,
      وأنا أظن أن شراء الذهب عبر الإنترنت لا يحصل يداً بيد لأنك ترسل لهم القيمة ثم يرسلون لك الذهب بعد مدة ، فإذا كان الأمر كذلك فالبيع بهذه الطريقة محرم
      “Aku merasa pembelian emas melalui internet tidak terpenuhi syarat yadan bi yadin –yaitu tunai. Karena setelah emas tersebut dibeli dengan mentranfser sejumlah, lalu emas tersebut dikirim setelah beberapa waktu. Jika demikian, jual beli emas seperti ini dihukumi haram” (Fatawa Al Islam Sual wal Jawab no. 34325).
      Disadur dari https://rumaysho.com/2395-jual-beli-emas-via-internet.html tanggal 4 Mei 2025 ↩︎
    2. Dari ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
      فَإِذَا كَانَتْ لَكَ مِائَتَا دِرْهَمٍ وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا خَمْسَةُ دَرَاهِمَ وَلَيْسَ عَلَيْكَ شَىْءٌ – يَعْنِى فِى الذَّهَبِ – حَتَّى يَكُونَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا فَإِذَا كَانَ لَكَ عِشْرُونَ دِينَارًا وَحَالَ عَلَيْهَا الْحَوْلُ فَفِيهَا نِصْفُ دِينَارٍ فَمَا زَادَ فَبِحِسَابِ ذَلِكَ
      Bila engkau memiliki dua ratus dirham dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat sebesar lima dirham. Dan engkau tidak berkewajiban membayar zakat sedikit pun –maksudnya zakat emas- hingga engkau memiliki dua puluh dinar. Bila engkau telah memiliki dua puluh dinar, dan telah berlalu satu tahun (sejak memilikinya), maka padanya engkau dikenai zakat setengah dinar. Dan setiap kelebihan dari (nishob) itu, maka zakatnya disesuaikan dengan hitungan itu.” (HR. Abu Daud no. 1573. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
      Disadur dari https://rumaysho.com/1159-panduan-zakat-emas-perak.html tanggal 4 Mei 2025 ↩︎